Melansir dari daysoftheyear, Hari Puisi Sedunia bertujuan untuk mengapresiasi pandangan yang dapat diciptakan puisi, seperti hubungan makna, dan memperluas pemikiran seseorang tentang sejarah, budaya, dan segala hal lainnya.
Sumber: fncte.org |
Hari Puisi Sedunia berlangsung setiap tahun untuk mempromosikan pengajaran puisi, penerbitan, penulisan, dan pembacaan puisi di seluruh dunia.
World Poetry Day dideklarasikan oleh UNESCO pada tahun 1999 di Paris dengan tujuan mendukung keragaman bahasa melalui ekspresi puitis dan meningkatkan kesempatan bahasa yang terancam punah untuk didengar.
Dan kali ini, saya ingin mencuplik atau mengutip beberapa puisi karya penyair Indonesia--lelaki dan perempuan--berikut ini:
Sapardi Djoko Damono
Kau boleh mengalir
di sela-sela butir darahku,
keluar masuk dinding-dinding jantungku,
menyapa setiap sel tubuhku.
Tetapi jangan sekali-kali
pura-pura bertanya kapan boleh pergi
atau seenaknya melupakan
percintaan ini.
Sampai huruf terakhir
sajak ini, Kau-lah yang harus
bertanggung jawab
atas air mataku.
~SDD "Tentu, Kau Boleh"
Joko Pinurbo
Mengapa harus menyesal?
Mengapa takut tak kekal?
Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?
Kecantikan dan kematian bagai saudara kembar
yang pura-pura tak saling mengenal.
~JokPin "Celana"
M. Aan Mansyur
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota,
bilik penjara, dan kantor wali kota,
juga rumahku, dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata
Begitu pula rindu
Antar pulau dan seorang petualang yang gila
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu
Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi
~Aan Mansyur "Batas"
Rayani Sriwidodo
Di bawah pudar hari
kau bawa juga busur tua itu
memanjat gunung
lintaskan pukau yang susut
lalu dunia belajar pada badai
janji-janji kembang api
impian peradaban yang tak sampai
sekian satelit menyapa bintang-bintang
hanya hingar burung menjauh
ah, kalau saja kau dengarkan angin
menghalau debu
kalau saja kau dengarkan nafas
menghalau cemas
ketika penguburan berlangsung sunyi
di luar bimasakti
betapa terkucil keangkuhan
~Rayani Sriwidodo "Di Bawah Pudar Hari"
Isma Sawitri
Kita tersuruk terpuruk
tengah malam lama sudah ditinggalkan
hari ini memang terkutuk
mereka gusur tanah garapan
Masa kini adalah hari depan yang musti diperkelahikan
tapi lengan-lenganmu terkapar, Indonesiamu memudar
di depanmu mereka beraksi dengan otot-otot, cakar-cakar, eska-eska
mereka selalu gusar, mereka terlalu gusar
Jangan tanya adakah lagi yang tersisa
jangan mencari tempatmu berpijak di sebelah mana
jangan mengigau tentang sebuah titik di atas peta
sekarang kapling kita ada di sana, hamparan langit satu-satunya.
~Isma Sawitri "Kapling"
Dewi "Dee" Lestari
Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?
Dan saling menyayang bila ada ruang?
~Dee Lestari "Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade"