Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Puisi 2 Larik itu Menarik (lanjutan)

Saya ga tau mo mulai dari mana.
Sebelumnya ada teman² yg komen "minta diajarin" bikin distikon 1 bait.

Sumber: lektur.id

Jujur saya ga punya ilmu untuk mengajarkan itu.
Saya bukan sastrawan, bukan orang yang belajar khusus tentang teori puisi.
Saya orang awam berlatar belakang ilmu teknik. Puisi adalah wadah untuk menuangkan hasrat menulis kebucinan. Itu aja 😁.
Jadi jangan berharap banyak pada tulisan ini, karena lebih kepada sharing pengalaman.

To the point aja deh.
Langsung ke beberapa contoh dan bagaimana saya merangkainya.



Contoh 1
"detak jam menganyam waktu
detik demi detik menjelma kamu"
(2018)

Ulasan:
Tema adalah waktu dan rindu.
Oleh karena itu saya berpikir tentang jam sebagai objek.
Apa saja unsur pada jam? Banyak.
Tetapi paling mudah bagi saya adalah detak dan detik.



Contoh 2
"kucoba tulis puisi untukmu
kalimat terhenti di titik air mataku"
(2018)

Ulasan:
Tema adalah puisi dan kesedihan.
Objek yg terpikir adalah unsur dalam puisi.
Dalam hal ini adalah kalimat dan tanda baca.
So ... muncul inspirasi "titik" yang menjembatani tanda baca dan air mata.



Contoh 3
"jika mencintaimu adalah dosa
hukumlah aku sepanjang usia"
(2019)

Ulasan:
Tema adalah cinta selamanya.
Entah mengapa pikiran saya membayangkan "penjara">>penjara rasa, makanya muncul dosa dan hukuman 😁.



Contoh 4
"merindukanmu laksana candu
hatiku menagih tiap waktu"
(2019)

Ulasan:
Simpel; tema adalah rindu sepanjang waktu.
Makanya muncul objek candu dan ketagihan sebagai perumpamaan.



Contoh 5
"wajahmu utuh
di hatiku yang tinggal separuh"
(2019)

Ulasan:
Tema adalah patah hati.
Objek adalah hati yang meskipun patah, tetapi cinta tak hilang.
Muncul kata separuh dan utuh.



Contoh 6
"detak adalah syukurmu
saat detik memetik usiamu"
(2021)

Ulasan:
Tema tentang ulang tahun.
Inspirasi yang muncul adalah rasa syukur dengan bertambah usia, meskipun sebenarnya itu adalah hitung mundur menuju kematian.
Detak mewakili syukur karena masih hidup.
Detik mewakili waktu yang semakin pendek.



Jadi kesimpulan sementara:
1. Pikirkan tema;
2. Temukan objek yang mewakili;
3. Temukan unsur pada objek;
4. Rangkai kata-kata berdasarkan unsur di no.3.

Mengapa kesimpulan sementara?
Karena kembali ke pengantar, saya hanya berbagi pengalaman. Bukan materi teori membuat puisi.
Mohon maaf atas segala kekurangan.

Hanya upaya memenuhi janji 🙏
Terima kasih.

Puisi 2 Larik itu Menarik

Pernah mencoba membuat puisi yang hanya berisi 2 baris?
Iya, cukup 1 bait dengan 2 larik!
Sejenis distikon, tetapi cukup 1 bait saja.
Atau membuat puisi dengan 7 kata--tak lebih, tak kurang.


Sumber: pinterest


Sejujurnya saya pribadi sangat tertantang membuatnya.
Meskipun pendek, saya bisa berpikir lama. 
Memilah dan memilih kata.
Membuka kamus, mencari sinonim atau antonim.
Googling di banyak website yang mungkin jadi sumber inspirasi. 

Ga ada salahnya sesekali anda coba!
Barangkali ada pengalaman baru yang anda dapat.

Tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu ungkap rasa, hanya dengan kata² yang terbatas. Sangat terbatas!
Sedikit kata, sarat makna!

Beberapa puisi 2 larik yang pernah saya buat,
saya tulis di bawah ini:


/1/
detak jam menganyam waktu
detik demi detik menjelma kamu
(2018)

/2/
kucoba tulis puisi untukmu
kalimat terhenti di titik air mataku
(2018)

/3/
jika mencintaimu adalah dosa
hukumlah aku sepanjang usia
(2019)

/4/
merindukanmu laksana candu
hatiku menagih tiap waktu
(2019)

/5/
wajahmu utuh
di hatiku yang tinggal separuh
(2019)

/6/
detak adalah syukurmu
saat detik memetik usiamu
(2021)



Catatan:
- 3 puisi terakhir juga terdiri dari 7 kata;
- puisi ke-6 saya tulis untuk harlah SDD.



#haripuisisedunia
#puisikakilima

Hari Puisi Sedunia

Melansir dari daysoftheyear, Hari Puisi Sedunia bertujuan untuk mengapresiasi pandangan yang dapat diciptakan puisi, seperti hubungan makna, dan memperluas pemikiran seseorang tentang sejarah, budaya, dan segala hal lainnya.

Sumber: fncte.org


Hari Puisi Sedunia berlangsung setiap tahun untuk mempromosikan pengajaran puisi, penerbitan, penulisan, dan pembacaan puisi di seluruh dunia.

World Poetry Day dideklarasikan oleh UNESCO pada tahun 1999 di Paris dengan tujuan mendukung keragaman bahasa melalui ekspresi puitis dan meningkatkan kesempatan bahasa yang terancam punah untuk didengar.

Dan kali ini, saya ingin mencuplik atau mengutip beberapa puisi karya penyair Indonesia--lelaki dan perempuan--berikut ini:

Sapardi Djoko Damono

Kau boleh mengalir
di sela-sela butir darahku,
keluar masuk dinding-dinding jantungku,
menyapa setiap sel tubuhku.
Tetapi jangan sekali-kali
pura-pura bertanya kapan boleh pergi
atau seenaknya melupakan
percintaan ini.
Sampai huruf terakhir
sajak ini, Kau-lah yang harus
bertanggung jawab
atas air mataku.

~SDD "Tentu, Kau Boleh"

Joko Pinurbo

Mengapa harus menyesal?
Mengapa takut tak kekal?
Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?
Kecantikan dan kematian bagai saudara kembar
yang pura-pura tak saling mengenal.

~JokPin "Celana"


M. Aan Mansyur

Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota,
bilik penjara, dan kantor wali kota, 
juga rumahku, dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata
Begitu pula rindu
Antar pulau dan seorang petualang yang gila
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu 
Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi

~Aan Mansyur "Batas"


Rayani Sriwidodo

Di bawah pudar hari
kau bawa juga busur tua itu
memanjat gunung
lintaskan pukau yang susut

lalu dunia belajar pada badai
janji-janji kembang api
impian peradaban yang tak sampai

sekian satelit menyapa bintang-bintang
hanya hingar burung menjauh
ah, kalau saja kau dengarkan angin
menghalau debu
kalau saja kau dengarkan nafas
menghalau cemas
ketika penguburan berlangsung sunyi
di luar bimasakti
betapa terkucil keangkuhan

~Rayani Sriwidodo "Di Bawah Pudar Hari"


Isma Sawitri

Kita tersuruk terpuruk
tengah malam lama sudah ditinggalkan
hari ini memang terkutuk
mereka gusur tanah garapan

Masa kini adalah hari depan yang musti diperkelahikan
tapi lengan-lenganmu terkapar, Indonesiamu memudar
di depanmu mereka beraksi dengan otot-otot, cakar-cakar, eska-eska
mereka selalu gusar, mereka terlalu gusar

Jangan tanya adakah lagi yang tersisa
jangan mencari tempatmu berpijak di sebelah mana
jangan mengigau tentang sebuah titik di atas peta
sekarang kapling kita ada di sana, hamparan langit satu-satunya.

~Isma Sawitri "Kapling"


Dewi "Dee" Lestari

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? 
Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? 
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? 
Dan saling menyayang bila ada ruang?

~Dee Lestari "Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade"

Mengenang SDD

Hari ini adalah hari lahir SDD ...

Meskipun SDD--Sapardi Djoko Damono--telah dipanggil menghadap-Nya pada 19 Juli 2020 lalu,
karya-karyanya tak pernah mati.
Setidaknya selalu hidup di benak saya.
Menjadi inspirasi, bagaimana rumit cinta diekspresikan dalam kata-kata yang sederhana.

Dan ini adalah puisi untuk SDD yang tidak sengaja saya tulis pada 19 Maret 2021.
Puisi sederhana, 2 larik saja!
Mengapa tidak sengaja?
Karena kebetulan ada tantangan menulis di twitter dari 2 akun puisi yang kebetulan bertema "ulang tahun".



Untuk hari lahir SDD
(20 Maret 1940 -19 Juli 2020)

"detak adalah syukurmu
saat detik memetik usiamu"

Yk - Mar.19.2021


Sebelumnya saya juga menulis tentang sosok beliau DI SINI
dengan kalimat pembuka berupa cuplikan puisi beliau yang membekas di hati saya.

Perempuan itu tak bisa dieja kecantikannya;
ia adalah kalimat utuh yang tak cukup sekadar dilisankan.

Saya baca kalimat puitis itu di tweet Sapardi Djoko Damono 10 Mei 2017.
Membuat saya dalam suasana penuh cinta  ... ups

Sebenarnya mengingat sosok beliau bukan seketika.
Melainkan banyak kejadian yang mampu membangkitkan ingatan pada deretan kata yang beliau susun,
dan membuat saya terjebak dalam romantisme.
Hihihi ...

Seperti beberapa hari lalu Jogja diguyur hujan.
Saya mendadak ingat "Hujan di bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono.
Meskipun saya kenal puisi tersebut bukan dalam bahasa tulis,
melainkan dalam sebuah lagu yang merupakan musikalisasi puisi karya beliau.
Mirip dengan lagu yang pernah booming dengan judul "Aku Ingin",
yang diambilkan dari "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana"

Saya kutip profil beliau dari Wikipedia.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono dilahirkan di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940.
Beliau adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka. 
Dikenal melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, 
sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Sederhana kata, tapi sangat dalam maknanya
Mak jleeeb kalo kata anak sekarang.
Hahaha

Masa mudanya dihabiskan di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958).
Pada masa ini beliau sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. 
Kesukaan menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 
Sejak tahun 1974 mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. 
Beliau pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. 
Pada masa tersebut Sapardi Djoko Damono juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. 
Pada tahun 1986 beliau mendapatkan anugerah SEA Write Award. 
Juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. 
Beliau adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. 
Menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Musikalisasi puisi karya Sapardi Djoko Damono dimulai pada tahun 1987 ketika beberapa mahasiswanya membantu program Pusat Bahasa, membuat musikalisasi puisi karya beberapa penyair Indonesia, dalam upaya mengapresiasikan sastra kepada siswa SLTA.
Saat itulah tercipta musikalisasi "Aku Ingin" oleh Ags. Arya Dipayana dan
"Hujan Bulan Juni" oleh M. Umar Muslim. 
"Aku Ingin" diaransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan dan menjadi bagian dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti" (1991), dibawakan oleh Ratna Octaviani.

Beberapa tahun kemudian lahirlah album "Hujan Bulan Juni" (1990) yang seluruhnya merupakan musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono
Duet Reda Gaudiamo dan Ari Malibu merupakan salah satu dari sejumlah penyanyi lain, yang adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 
Album "Hujan Dalam Komposisi" menyusul dirilis pada tahun 1996 dari komunitas yang sama.

Sebagai tindak lanjut atas banyaknya permintaan, album "Gadis Kecil" (2006) diprakarsai oleh duet Dua Ibu, yang terdiri dari Reda Gaudiamo dan Tatyana dirilis, dilanjutkan oleh album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu. 

Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi Sapardi Djoko Damono serta karya beberapa penyair lain.

Di akhir tulisan ini ...
Saya tampilkan 2 karya Sapardi Djoko Damono
Yang membuat saya jatuh cinta lagi untuk ke sekian kali
Ahaaai ....

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada



Hujan di bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan 
diserap akar pohon bunga itu


Sumber: Ragam Info

Sonian; Keluar dari Zona Nyaman

"Sesekali, keluar dari zona nyaman!"
Itu kata seorang teman, saat menantang saya membuat puisi Sonian bertema demagog.
Demagog--menurut KBBI--adalah penggerak (pemimpin) rakyat yang pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat untuk memperoleh kekuasaan.

Tantangan yang tidak mudah untuk saya.
Berhubung puisi bebas dan rindu adalah tema utama yang biasa saya tulis 😋





TOPENG DEMAGOG


#1
Merapal aksara
Tebar pesona
Melacurkan
Pikiran

#2
Berdandan bak sufi
Ceramah suci
Mengebiri
Maknawi

#3
Jas lengkap berdasi
Meramu janji
Membagikan
Tipuan


Yk - Oct.06.2019
di rekah pagi

#puisikakilima

----------
Terus apa itu Sonian? Kapan-kapan aja ya 😁