Tampilkan postingan dengan label PUEBI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PUEBI. Tampilkan semua postingan

Belajar Membaca dan Menulis

Halo semua...
Entah berapa lama saya tidak menyentuh blog ini.
Sepertinya saya harus memaksa diri untuk itu, karena istiqomah alias konsisten untuk hal baik, bukan hal yang mudah.
Sepakat kan?!

Nah ...
Berawal dari postingan instagram pribadi,
so saya copas aja deh di sini.
Here it is ...



----------

Dengan menulis, saya waspada dalam penggunaan kata dan tanda baca.
Di antaranya tentang "elipsis".
Ga usah yang berat², salah satunya melalui "puisi" receh kek gini! 😌.
Yang penting, berteman akrab dengan KBBI dan PUEBI.
..........
Reposted from @puisikakilima
.
Part of MoU by @agung.bimasena
πŸ“ @puisikakilima (new puisi.kakilima)
..........
.
di bola matamu, Anya ...
kutitipkan cinta tanpa cakrawala
tak terbenam; terus menyala.

di lentik jarimu, Anya ...
kusisipkan rindu tanpa matra
tak terkekang; terus meraja.
.
Yk - Feb.24.2021
.
.
.
#puisikakilima
#kbbi
#puebi
#belajarbahasaindonesia

----------

Yogyakarta di jelang Magrib!
Sambil menikmati secangkir kopi diiringi "Maaf"-nya Jikustik 😊

Tanda Hubung vs Tanda Pisah

Tanda hubung dan tanda pisah sekilas mirip, padahal nyata beda dari penulisan dan fungsinya.
 
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menjelaskan bahwa tanda hubung (-) dan tanda pisah (—) memiliki fungsi yang berbeda.

Dalam bahasa Inggris, tanda hubung disebut en dash dan tanda pisah adalah em dash.


Sumber: YF Edukasi


TANDA HUBUNG

1.Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.

Misalnya:

  • Di samping cara lama, diterapkan juga ca-
    ra baru ….
  • Nelayan pesisir itu berhasil membudidayakan rum-
    put laut.
  • Kini ada cara yang baru untuk meng-
    ukur panas.
  • Parut jenis ini memudahkan kita me-
    ngukur kelapa.

2. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang.

Misalnya:

  • anak-anak
  • berulang-ulang
  • kemerah-merahan
  • mengorek-ngorek

3. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu.

Misalnya:

  • 11-11-2013
  • p-a-n-i-t-i-a

4. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.

Misalnya:

  • ber-evolusi
  • meng-ukur
  • dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
  • 23/25 (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
  • mesin hitung-tangan

Bandingkan dengan

  • be-revolusi
  • me-ngukur
  • dua-puluh lima-ribuan (20 x 5.000)
  • 20 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
  • mesin-hitung tangan

5. Tanda hubung dipakai untuk merangkai
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);
b. ke- dengan angka (peringkat ke-2);
c. angka dengan –an (tahun 1950-an);
d. kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan); e. kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);
f. huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
g. kata ganti -ku-mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).

Catatan: Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf.

Misalnya:

  • BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)
  • LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia)
  • P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)

6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing.

Misalnya:

  • di-sowan-i (bahasa Jawa, 'didatangi')
  • ber-pariban (bahasa Batak, 'bersaudara sepupu')
  • di-back up
  • me-recall
  • pen-tackle-an

7. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan.

Misalnya:

  • Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.
  • Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan.

TANDA PISAH

1. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya:

  • Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
  • Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.

2. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.

Misalnya:

  • Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
  • Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
  • Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat Sumpah Pemuda—harus terus digelorakan.

3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.

Misalnya:

  • Tahun 2010—2013
  • Tanggal 5—10 April 2013
  • Jakarta—Bandung



Sumber: PUEBI

Penggunaan Spasi pada Tanda Baca

Ini sebenarnya tulisan tambahan untuk artikel sebelumnya DI SINI.
Sudah relatif jelas dibahas, hanya saja sepertinya perlu rangkuman dalam bentuk tabel--sekali lagi.

Sumber: Twitter Ivan Lanin


Banyak karya yang memiliki kualitas bagus.
Namun, terganggu karena tidak sadar ejaan.

Maaf, perlu saya ingatkan kembali bahwa saya bukan siapa-siapa.
Hanya orang awam yang dekat dengan tulis-menulis--ilmiah, ilmiah populer, sastra.
Bukan pakar, tetapi seorang pencinta bahasa Indonesia.

Bagi saya, berbagi adalah salah satu keindahan sejati.
Itu saja!

Meneroka dalam KBBI

Saya terhenyak ...
saat menyadari;
begitu terbatasnya perbendaharaan kata yang saya punya.

Berawal dari postingan Instagram tentang agenda launching buku "Meneroka Sapardi",
saya pun membuka KBBI untuk mendapatkan informasi tentang arti kata "meneroka".

Sumber: lektur.id


Dan seperti biasa ...
googling adalah langkah berikutnya.
Wow ... sudah begitu banyak kata-kata teroka atau meneroka dipakai oleh para penulis.
Hadeeeeeehhhh ... 😭
Menyedihkan sekali saya ini!!!

Oya, meneroka berasal dari kata dasar teroka.
Ini artinya, untuk yang belum tahu kek saya:
----------
teroka/te·ro·ka/ v, meneroka/me·ne·ro·ka/ v membuka daerah atau tanah baru (untuk sawah, ladang, dan sebagainya); merintis; menjelajahi: para transmigran ~ hutan belantara untuk dijadikan kampung;

peneroka/pe·ne·ro·ka/ n pembuka daerah atau tanah baru; pembuka jalan; perintis
----------

Setidaknya saya punya kosakata baru--pengganti--dari kata menjelajahi atau merintis.
Sudahlah; belajar adalah proses.
Meskipun mungkin timbul stress!
Daripada ga pernah baca, tau2 gila!!!
Eh ... enggaaak ... bercanda.

Silakan juga untuk yang tertarik bergabung di sini.
Saya bukan panitia, jadi mungkin bisa tanya langsung kepada yang punya event.
Ini hanya upaya menebar kebaikan.
Semoga berkah. Aamiin.


Yk - Mar.16.2021,  jelang siang


Acuh vs Peduli

 Sadar atau tidak sadar ...

Saya sebagai penulis blog adalah agen kesalahkaprahan dalam berbahasa
Tapi saya tidak mau sendiri ...
Karena penggunaan kata yang tidak tepat, dibawa oleh siapa saja yang menyampaikan ide lewat lisan atau tulisan
(Ini upaya ngeles ... Hehehe)

Sumber: picturequotes.com


Kali ini saya ambil contoh kata ACUH dan PEDULI
Saya adalah salah satu yang pernah menggunakan 2 kata ini secara tidak benar.
Setidaknya berulang menyanyikan lagu yang salah liriknya
Seperti ini ...

Kau boleh acuhkan diriku
Dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu

(Once - AKU MAU)

Maafkanlah aku acuhkan dirimu
waktu petama kali tersenyum padaku
Maafkanlah aku jejali dirimu
Dengan segala kisah sumpah serapahku
(Slank - MAAFKAN)


Kau membuat, ku berantakan.
Kau membuat, ku tak karuan.
Kau membuat, ku tak berdaya.
Kau menolakku, acuhkan diriku
(D'Masiv - CINTA INI MEMBUNUHKU)

Yuuuk ....
Kita lihat dulu rujukan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia

Arti kata ACUH adalah :

acuh v peduli; mengindahkan: ia tidak -- akan larangan orang tuanya;
-- tak -- tidak menaruh perhatian; tidak mau tahu;

mengacuhkan/meng·a·cuh·kan/ v memedulikan; mengindahkan: tidak seorang pun yang ~ nasib anak gelandangan itu;

acuhan/acuh·an/ n hal yang diindahkan; hal yang menarik minat



Sedangkan arti kata PEDULI adalah :

peduli/pe·du·li/ v mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan: mereka asyik memperkaya diri, mereka tidak -- orang lain yang menderita;

memedulikan/me·me·du·li·kan/ v mengindahkan; menghiraukan; memperhatikan; mencampuri (perkara orang dan sebagainya): orang tua itu suka ~ orang lain;

kepedulian/ke·pe·du·li·an/ n perihal sangat peduli; sikap mengindahkan (memprihatinkan);~ sosial sikap mengindahkan (memprihatinkan) sesuatu yang terjadi dalam masyarakat

KESIMPULAN :
ACUH = PEDULI

So ... 
Jangan lagi menggunakan kata ACUH dengan konotasi TAK PEDULI

Tapi 3 lagu di atas memang enak didengar
Biarlah saya menyanyikannya dengan lirik yang sama
Acuh ...
Tak Acuh ...
Hahaha

Semoga bermanfaat ya.


Sumber: Ragam Info


Tanda Elipsis

Sering kita jumpai penulisan "3 titik berderet" dalam beberapa karya--termasuk lirik lagu.
Itulah penampakan dari elipsis.

Sumber: Google



Fungsi dari elipsis adalah:

1. Untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya:
Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah ....
..., lain lubuk lain ikannya.

Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2) Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).


2. Dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.

Misalnya:
"Menurut saya ... seperti ... bagaimana, Bu?"

"Jadi, simpulannya ... oh, sudah saatnya istirahat."
Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2) Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).


Catatan dari saya pribadi:
Perlu menjadi perhatian bahwa terdapat spasi di depan dan di belakang elipsis. Jika di akhir kalimat berarti menjadi 4 titik, di mana yang terakhir adalah tanda titik.




Sumber: PUEBI

Aturan Pemakaian Tanda Titik Koma

Ada banyak tanda baca dalam bahasa tulis. Di antaranya adalah titik, koma, dan titik koma.
Kali ini saya ingin berbagi tentang aturan penggunaan titik koma yang mungkin anda jumpai dalam penulisan prosa dan puisi.



Tanda Titik Koma (;) memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.
Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu menulis makalah; Adik membaca cerita pendek.

2. Dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.

Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1;
(3) berbadan sehat; dan
(4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.

Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi
a. pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
b. penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan
c. pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.




Sumber: PUEBI

Licentia Poetica

Dalam 2 hari ini saya terlibat diskusi dengan beberapa teman online.
Bukan diskusi panjang lebar--ga terlalu serius.
Namun, mengusik saya untuk cari tahu lebih dalam tentang Licentia Poetica.
Ingat ... saya orang awam dalam dunia sastra.


Sumber: Twitter Graf Literasi @graflit_id

Saya hanya memanfaatkan Google.
Browsing sana-sini untuk cari informasi.
Dan ini rangkumannya ...

Licentia poetica (Latin), poetic license atau lisensi puitis menurut Shaw (1972:291) adalah
kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki. 
Ivan Lanin dalam cuitannya menuliskan "Sastrawan acap menciptakan kata baru atau mengubah makna kata yang ada demi mewujudkan keindahan dalam karya mereka. Itu bagian dari lisensi puitis (licentia poetica) yang dimiliki sastrawan."

Penyimpangan pada kaidah dasar biasanya terjadi pada arti kosa kata (leksikal), bunyi-bunyi kebahasaan (fonologis), tata makna (semantis), maupun tata kalimat (sintaksis). Artinya dalam penulisan puisi, penyair boleh saja menabrak kaidah bahasa selama menimbulkan estetika tersendiri. Kata diolah menjadi kalimat yang memiliki makna--walaupun tidak sesuai kaidah--dengan tujuan menyempurnakan ungkapan. Jadi sebenarnya ada hal-hal yang terkesan melanggar PUEBI/KBBI.

Saya masih belum menemukan jawaban yang memuaskan.
Ada teman yang mengatakan tentang "kelaziman" dalam puisi.
Misal kata "risiko" yang ditulis dengan "resiko"; sekadar menjadi sekedar, dan sebagainya.
Ada yang berpendapat bahwa lisensi puitis adalah wujud kebebasan berekspresi.
Namun, ada pula yang tetap memandang bahasa baku adalah utama.

Jika ditanyakan pendapat saya pribadi saat ini,
saya masih memandang bahwa PUEBI dan KBBI sebagai acuan.
Saya meyakini bahwa pedoman berbahasa dan kamus bahasa tidak mungkin lahir tanpa riset.
Saya manusia yang dekat dengan kehidupan ilmiah, sehingga menghargai hasil kerja akademis.
Meskipun di sisi lain, saya adalah awam dalam bahasa dan sastra.

Apapun itu pro dan kontra lisensi puitis, menjadikan saya semakin tercerahkan.
Terima kasih teman-teman, untuk diskusi singkat dalam bentuk celotehan di status medsos.
You are de best πŸ˜‰


Yogyakarta - Selepas Isya

Penggunaan Apostrof dalam Bahasa Indonesia

 Tulisan kali ini bersumber dari narabahasa.id dengan sedikit modifikasi dari saya

Sebenarnya apostrof--tanda petik tunggal--merupakan salah satu tanda baca dalam tulisan formal. 
Saya pribadi jarang--atau tidak sama sekali--menjumpai tanda ini dalam karya ilmiah misalnya. Lebih banyak saya jumpai dalam penulisan puisi.
Mari kita lihat bagaimana sejarah dan aturan penggunaan apostrof yang seringkali kurang tepat dalam penerapannya!

Sumber: narabahasa.id

Apostrof (‘) merupakan tanda baca dalam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai penyingkat. Kita sering membaca sebuah kata dengan apostrof seperti ‘kan, ‘ku, t’lah, dan sebagainya. Namun, ternyata pada awal kemunculannya, apostrof tidak hanya berperan sebagai penyingkat. 

Oxford English Dictionary mencatat bahwa apostrof berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘peniadaan bunyi dalam ucapan’. Ada anggapan bahwa apostrof pertama kali digunakan oleh Pietro Bembo—seorang sarjana, penyair, dan teoretikus sastra asal Italia—dalam buku De Aetna (1496). Kemudian, dalam praktik bahasa Prancis, tanda apostrof dipopulerkan oleh Geoffroy Tory pada 1529. Barulah setelah itu, apostrof mulai merebak di Britania Raya pada awal abad ke-16 melalui buku The Cosmographical Glasse (1559) karya William Cunningham.

Beralih ke tanah air, orang Belanda pun menggunakan apostrof ketika menulis dalam bahasa Melayu. Penulisan apostrof pada saat itu berfungsi sebagai tanda trema, yakni titik dua horizontal (¨) di atas huruf vokal sebagai penanda suku kata yang terpisah. Misalnya, taΓ€t. Lebih lanjut, Ophuijsen menjelaskan bahwa apostrof dalam aksara Latin merupakan spiritus lenis atau embusan lembut yang menandakan ketiadaan bunyi glotal bersuara /h/ pada awal kata. Hal ini berbeda dengan bahasa Arab yang menggunakan bunyi hamzah pada awal dan akhir kata sebagai spiritus lenis.

Ophuijsen lantas berkeinginan untuk menyederhanakan bunyi hamzah pada aksara Arab-Melayu—h dan q—dengan menggunakan apostrof. Kemudian, berdasarkan Ejaan Soewandi (1947), bunyi hamzah atau yang serupa dengannya ditulis dengan huruf k pada akhir suku kata, seperti makna. Barulah dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan edisi pertama (1972), tanda apostrof diatur sebagai penyingkat. Aturan ini diperkuat dengan terbitnya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015).

Bahasa Indonesia hari ini hanya mengenal apostrof sebagai penyingkat kata dan tahun. Contohnya sebagai berikut.

Aku ‘kan s’lalu berjuang.
Tahun ‘80-an.
Iya, ‘kan?

Pada contoh pertama, ‘kan adalah akan dan s’lalu berarti selalu. Contoh kedua memanfaatkan apostrof untuk menghilangkan penunjuk 19. Sementara itu, pada contoh ketiga, ‘kan mengartikan bukan.


Sumber: narabahasa.id

Aturan Penggunaan Spasi

Salah satu hal kecil yang sering mengganggu saya sewaktu memeriksa tulisan-tulisan pada situs iKnow adalah aturan penggunaan spasi sebelum dan setelah tanda baca. Pedoman EYD memang tidak secara jelas menyebutkan aturan ini, tetapi contoh-contoh di dalam pedoman ini memberikan gambaran tentang hal tersebut.


Sumber: ivanlanin


Tanda baca yang paling sering kita pakai–tanda titik, koma, tanya, dan seru–tidak diberi spasi sebelum tanda baca tersebut, tetapi diberi spasi setelahnya. Tanda hubung, pisah, dan garis miring tidak diberi spasi baik sebelum maupun setelah tanda baca tersebut. Tanda baca pengapit (tanda petik dan tanda kurung) diberi spasi untuk memisahkannya dengan bagian lain dari kalimat, tetapi tidak diberi spasi untuk memisahkannya dengan bagian yang diapit.

Cara penulisan yang kurang sesuai dengan pedoman ini yang sering ditemukan antara lain:

Spasi sebelum tanda tanya
Spasi sebelum dan setelah garis miring
Spasi antara tanda kurung dengan bagian yang diapit


Spasi memang hanya sekadar ruang kosong pada tulisan. Namun, ruang kosong ini kerap sangat berperan dalam meningkatkan keterbacaan suatu tulisan.

Sumber: https://ivanlanin.wordpress.com/2012/09/05/spasi/

..........

Ctt:
Jangan ada spasi di antara kita,
karena itu tidak sekadar ruang kosong
tetapi peluang orang ke-3 menyusup di sela-selanya.
πŸ™„πŸ€ͺ😁

..........

#belajarbahasaindonesia

Penggunaan ku-, kau-, -ku, dan -mu

Pengantar:

Ini tulisan hasil copas,
karena tadi siang terlibat diskusi tentang cara penulisan "ku".
Agak panjang, tapi semoga membuka pemahaman kita tentang "ku" dan "kau"

...........


Kata "ku" dan "kau" merupakan bentuk ringkas dari kata ganti (pronomina) "aku" dan "engkau". Bentuk ringkas ini disebut "klitik" yang selalu ditulis serangkai dengan kata lain yang mengikuti atau mendahuluinya.

Klitik "ku" dapat diletakkan di depan (misalnya kubuka) atau di belakang suatu kata (misalnya bukuku), sedangkan klitik "kau" hanya dapat diletakkan di depan suatu kata (misalnya kaubuka).

Bentuk klitik orang kedua yang kita pakai di belakang suatu kata bukanlah "-kau", melainkan "-mu" (bentuk ringkas dari "kamu").

Klitik yang diletakkan di depan suatu kata disebut "proklitik". Proklitik "ku-" dan "kau-" hanya dapat dilekatkan dengan kata kerja (verba) pasif dan berfungsi sebagai penunjuk pelaku. Berikut arti kata yang dibentuk oleh kedua proklitik ini.

(1) kubaca = dibaca oleh aku

(2) kausambung = disambung oleh engkau

Proklitik "ku-" dan "kau-" tidak dapat diikuti oleh kata kerja aktif, misalnya kumembaca atau kaumenyambung. Untuk keperluan ini, gunakan bentuk panjang "aku" dan "engkau" (atau "kamu").

Klitik yang diletakkan di belakang suatu kata disebut "enklitik". Enklitik "-ku" dan "-mu" (bukan "-kau") berfungsi sebagai penunjuk pemilik atau tujuan.

(3) bukuku = buku milik aku

(4) mengirimimu = mengirim kepada kamu

Selain sebagai klitik, "kau" dapat dipakai sebagai kata yang berdiri sendiri sebagai sinonim "engkau", tetapi "ku" tidak dapat berdiri sendiri. Contoh #5 dan #6 berikut benar, sedangkan #7 dan #8 salah.

(5) Kau ikut, tidak? = Engkau ikut atau tidak?

(6) Kau harus ikut = Engkau harus ikut

(7) Ku ikut, dong (seharusnya "Aku ikut, dong")

(8) Ku ikuti kamu (seharusnya "aku ikuti kamu" atau "kuikuti kamu")

Perlu diingat, baik "aku", "engkau", maupun "kamu" adalah kata ganti yang dipakai dalam ragam tidak formal yang menunjukkan keakraban. Demikian pula klitik "ku-", "-ku", "kau-", dan "-mu". Jangan pakai kata-kata ini kepada orang yang lebih tua atau lebih dihormati, kecuali dalam situasi akrab yang diizinkan.

Simpulan:

1. "ku" selalu dilekatkan dengan kata yang mengikuti atau mendahuluinya;

2. "kau" dapat dilekatkan atau dipisahkan dengan kata yang mengikutinya;

3. "mu" selalu dilekatkan dengan kata yang mendahuluinya;

4. Proklitik "ku-" dan "kau-" hanya dapat dilekatkan dengan kata kerja pasif.


Sumber utama:
Ivan Lanin di beritagar.id 

..........

Quote:

"Pahami bahasa sendiri, jika anda ga ingin jadi orang asing di negeri sendiri."

Ini quote serius dari saya 😁😁😁